INIBORNEO.COM, Pontianak – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) mengevakuasi satu bayi orangutan jantan yang dipelihara secara ilegal di kawasan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Sayan, Desa Riam Dadap, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang.
Bayi orangutan berusia sekitar dua tahun itu ditemukan dalam kandang sempit berukuran 120 x 50 x 50 sentimeter. Satwa dilindungi tersebut telah dipelihara oleh seorang penambang bernama Hendro selama sekitar satu bulan dan hanya diberi makan pisang, umbut, roti, dan air putih.
Hendro mengaku menemukan bayi orangutan sendirian di area hutan dekat pertambangan dan sempat berniat menjualnya. Setelah mendapat informasi tentang larangan memelihara satwa dilindungi serta ancaman hukum, ia melapor dan menyerahkan satwa tersebut kepada BKSDA.
Lokasi penemuan berada di wilayah PETI yang berpotensi menimbulkan konflik satwa akibat kerusakan habitat. Menindaklanjuti laporan, tim BKSDA dan YIARI segera melakukan evakuasi untuk menghindari risiko stres, malnutrisi, dan penyakit yang dapat mengancam keselamatan satwa.
Dokter hewan YIARI, Ishma, yang melakukan pemeriksaan awal, menyatakan kondisi umum bayi orangutan cukup stabil. Namun ditemukan bekas patah tulang pada paha kiri yang sudah mulai menyatu dan diperkirakan terjadi lebih dari empat minggu sebelumnya.
“Randy dalam kondisi stabil, tetapi pernah mengalami trauma serius sebelum dipelihara,” katanya.
Setelah dievakuasi, bayi orangutan yang diberi nama Randy itu dibawa ke pusat rehabilitasi YIARI di Desa Sungai Awan Kiri untuk menjalani masa karantina selama delapan minggu dan pemulihan kondisi fisik serta mental.
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyayangkan temuan ini dan menegaskan bahwa hampir dapat dipastikan induk Randy telah dibunuh. “Setiap kali ada bayi orangutan ditemukan sendirian, itu berarti populasi kehilangan dua individu sekaligus. Aktivitas PETI tidak hanya merusak habitat, tetapi juga membuka peluang perburuan,” tegasnya.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, mengapresiasi masyarakat yang melaporkan keberadaan satwa tersebut. Ia menegaskan perlunya kolaborasi semua pihak dalam menyelamatkan satwa liar yang habitatnya semakin terdesak oleh aktivitas manusia.
“Habitat orangutan telah terdesak. Kerja sama masyarakat sangat penting untuk menyelamatkan satwa liar,” ungkapnya.
Pihak YIARI dan BKSDA masih akan memantau perkembangan kondisi Randy sebelum menentukan langkah rehabilitasi lanjutan dan kemungkinan pelepasliaran ke habitat alami.











