Karnaval Air Pontianak: Dari Tradisi ke Modernitas, Arus yang Tak Pernah Putus

  • Share

INIBORNEO.COM, Pontianak – Bunyi dentuman meriam karbit dari menara Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman, Minggu (19/10/2025), menjadi penanda dimulainya Karnaval Air dalam rangka Hari Jadi ke-254 Kota Pontianak. Dari tepian Sungai Kapuas, puluhan sampan dan kapal wisata berlayar mengitari sungai, membawa warna-warni semangat warga yang berpadu antara tradisi dan modernitas.

Karnaval ini bukan sekadar parade, tapi simbol kesinambungan bahwa Pontianak tumbuh tanpa meninggalkan akar sejarahnya sebagai kota air.

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyebut, perayaan di atas Kapuas ini menjadi wujud nyata semangat kreativitas, kebersamaan, dan keberagaman masyarakat. Ia mengajak warga menjadikan momentum hari jadi sebagai pengingat perjalanan panjang Pontianak yang terus bertransformasi menjadi kota yang dinamis dan berbudaya.

“Dulu saya kecil sering mandi di Kapuas. Rumah panggung masih dari kayu belian, suasananya alami, dan ekonomi berputar di sungai,” kenang Edi.

Kini, Kapuas tak lagi hanya jadi jalur kehidupan masyarakat tempo dulu, tetapi juga ruang pertunjukan kebudayaan dan pariwisata. Di balik geliat pembangunan, Pemerintah Kota tetap berupaya menjaga keseimbangan antara kemajuan dan kearifan lokal.

Edi mengakui, tantangan tetap ada yang mana salah satunya adalah pengurangan dana transfer daerah sebesar Rp223 miliar yang membuat pemerintah harus berhemat. Meski begitu, ia menegaskan program prioritas untuk masyarakat berpenghasilan rendah tetap berjalan, seperti Makan Bergizi Gratis dan Sekolah Rakyat.

Selain itu, pembangunan kawasan Waterfront City juga terus berlanjut hingga Gang Haji Mursyid, serta penataan di wilayah Tanjung Hilir dan Pontianak Timur yang diharapkan menjadi destinasi baru kota air.

“Pontianak akan terus melangkah maju tanpa kehilangan jati dirinya. Sungai tetap menjadi pusat peradaban kita,” ujarnya.

Dari sisi sejarah, Sultan Pontianak Sultan Syarif Mahmud Melvin Alkadrie menegaskan, karnaval air adalah refleksi jati diri kota yang lahir dari semangat persaudaraan dan keadilan.

“Pontianak didirikan dengan semangat persaudaraan dan keadilan. Dari muara Sungai Kapuas inilah lahir kota yang menjadi titik nol khatulistiwa,” ujarnya.

Sultan menggambarkan air sebagai cerminan karakter masyarakat Pontianak yaitu lembut dalam tutur, namun kuat dalam tekad menjaga nilai dan tradisi.

“Air itu tenang tapi mengalir, lembut tapi mampu membelah batu,” katanya.

Menurutnya, semangat Melayu harus tetap dijaga tanpa menutup diri dari perubahan zaman. Kearifan lokal mesti berjalan berdampingan dengan inovasi dan kemajuan.

“Menghormati tradisi, tapi berani melangkah maju,” pesan Sultan.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *