INIBORNEO.COM, Pontianak – Kasus korupsi pengembangan Bandara Rahadi Oesman Ketapang, Kalimantan Barat APBN TA 2023 yang rugikan negara Rp8 Miliar memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah melaksanakan pelimpahan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti perkara kepada Kejaksaan Negeri Ketapang.
Asisten Tindak Pidana Khusus Siju mengatakan penyerahan tersangka dan barang bukti perkara kepada Kejaksaan Negeri Ketapang dilakukan setelah dinyatakan lengkap secara formil dan materiil.
“Setelah dinyatakan lengkap secara formil dan materiil (P-21) oleh Jaksa Peneliti pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar,” kata Siju, dikutip dalam keterangan tertulis Rabu (15/10).
Adapun tersangka dalam perkara tersebut berinisial HA, ASD, H, BEP, AS, MNH, dan H. Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait penyimpangan pelaksanaannya dikerjakan tidak sesuai dengan volume dan spesifikasi sebagaimana yang termuat dalam Addendum Pekerjaan Berdasarkan Perhitungan dari Ahli Fisik Bangunan Politeknik Negeri Manado diperoleh Perhitungan.
Menurut hasil pemeriksaan tersebut, perhitungan menunjukkan adanya selisih nilai pekerjaan sebesar Rp8.095.293.709, yang mencerminkan ketidaksesuaian antara kontrak dengan hasil fisik di lapangan.
“Maka dapat disimpulkan pekerjaan pengembangan Bandar Udara Rahadi Oesman, Ketapang, Kalimantan Barat paket 1 Tahun Anggaran 2023 terdapat ketidaksesuaian Volume dan mutu antara yang tertera dalam kontrak dengan yang terpasang,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, pelaksanaan tahap II dilakukan di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat pada hari Selasa tanggal 14 Oktober 2025, dan dihadiri oleh Jaksa Peneliti dari Kejati Kalbar serta Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Ketapang.
“Terhadap tersangka dilakukan Penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Ketapang selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Pontianak terhitung mulai tanggal 14 Oktober 2025 sampai tanggal 2 November 2025,” katanya.
Tersangka yang telah ditahan terdiri dari pekala unit hingga pengawas lapangan. AH sebagai Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Rahadi Oesman, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), ASD selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, serta H yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Clara Citraloka Persada atau pelaksana utama proyek. Selain itu, jaksa juga menahan BEP sebagai pelaksana lapangan (subkontraktor), MNH konsultan pengawas, serta AS dan H selaku Pengawas lapangan, yang disebut tidak memiliki kontrak formal.