INIBORNEO.COM, Pontianak – Di tengah arus modernisasi dan banyaknya pilihan pekerjaan baru, Ardika, pemuda 20 tahun asal Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, memilih jalan berbeda. Ia tetap setia melanjutkan tradisi keluarga sebagai petani garam tradisional, profesi yang sudah digeluti turun-temurun sejak masa kakeknya.
Desa Les sendiri dikenal luas sebagai desa produsen garam tradisional yang terkenal di Bali. Garam di desa ini dibuat menggunakan metode tradisional: air laut dialirkan ke petak-petak tanah dan wadah-wadah sederhana seperti tinjung dan palungan, lalu dibiarkan di bawah sinar matahari hingga airnya menguap dan meninggalkan kristal garam.
Selain memproduksi garam tawar, kini desa ini juga mengembangkan garam aneka rasa seperti kelor dan jeruk limau berkat inovasi BUMDes Segara Giri. Tak hanya itu, Desa Les telah menjadi tujuan wisata edukasi, di mana pengunjung dapat menyaksikan proses pembuatan garam sekaligus menikmati budaya lokal yang masih terjaga.

Ardika telah akrab dengan proses pengolahan garam sejak kelas 6 SD. Kini, meski telah menamatkan pendidikan SMA, ia tidak merasa pekerjaan itu ketinggalan zaman. “Kalau sudah terbiasa, ya biasa saja. Pasar garam tidak pernah benar-benar lemah,” ujarnya saat ditemui di area pengolahan garam, Sabtu (13/9).
Menurut Ardika, sebagian besar masyarakat Desa Les memang berprofesi sebagai petani garam tradisional, mengingat letak desa yang berada di pesisir pantai utara Bali. Namun, ia mengakui anak muda yang melanjutkan usaha ini semakin sedikit. “Banyak orang tua ingin anaknya menempuh jalur lain karena pekerjaan ini panas-panasan dan butuh ketelatenan,” ungkapnya.
Meski demikian, Ardika memandang pekerjaan petani garam tradisional bukan sekadar rutinitas, melainkan peluang usaha yang bisa berkembang. Ia melihat permintaan garam, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun industri, tetap stabil dari tahun ke tahun.
“Kalau ada relasi dan jaringan pemasaran, garam dari sini bisa dikirim ke Jawa atau bahkan ke luar daerah. Potensinya besar, tinggal kita yang harus memenuhi persyaratan kualitas,” katanya penuh optimisme.
Baginya, usaha garam bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga identitas desa. Garam Desa Les, dengan proses pengolahan yang unik, dikenal memiliki cita rasa khas dan kini semakin bernilai karena adanya inovasi rasa yang ditawarkan BUMDes Segara Giri.
Selain menekuni usaha garam, Ardika juga bekerja sebagai juru masak di salah satu restoran tak jauh dari tempat biasa ia mengolah garam.
“Kalau pagi biasanya menurunkan tanah penyaring air laut sebagai tahap awal pembuatan garam, lalu siang hingga sore masak di restoran,” tutup Ardika.











