Fakta-fakta Demo di Kota Pontianak, Pos Polisi Dibakar hingga Pendemo yang Dibebaskan

  • Share
Sejumlah demonstran yang diamankan oleh aparat kepolisian dalam demo yang digelar di Gedung DPRD Kalbar. Mereka telah dibawa ke Polda Kalbar guna pemeriksaan lebih lanjut. (Doc Rere Hutapea)

INIBORNEO.COM, Pontianak – Ribuan mahasiswa dan elemen masyarakat kembali menggelar demo yang berpusat di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Jumat (29/8/2025). Ini adalah aksi yang dilakukan ketiga kalinya secara berturut-turut guna menyampaikan tuntutan kepada wakil rakyat.

Aksi yang berlangsung dari siang tersebut, berakhir ricuh dan merembet ke lokasi lainnya, terutama di jalan Ahmad Yani, jalan utama di ibu kota Kalimantan Barat tersebut. Sejumlah pendemo diamankan (belakangan dibebaskan), hingga terjadinya pembakaran di pos polisi Ayani Mega Mall.

Aksi semula berjalan damai dengan penyampaian tuntutan dari perwakilan demonstran. Ketegangan mulai terasa jelang puku 18.00 WIB, di mana kepolisian mendesak mundur massa dan meminta mereka membubarkan diri. Kepolisian bahkan menyemprotkan massa dengan water canon dan gas air mata.

Massa pun berlarian, merembet ke lokasi-lokasi lain. Pantauan di lapangan, massa pun menyebar ke Kantor Gubernur Kalbar, Tugu Digulis Untan, hingga Ayani Mega Mall. Sejumlah fasilitas umum pun tampak dirusak massa. Termasuk salah satunya pengrusakan pagar Kantor Gubernur Kalbar hingga Pos Polisi di Ayani Mega Mall yang dibakar.

Sebanyak 18 demonstran diamankan oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Markas Polda Kalbar. Beberapa di antara demonstran yang turut diamankan masih berusia anak-anak.

Salah satu demonstran yang ditangkap mengaku masih duduk di bangku sekolah. “Saya masih 16 tahun, masih sekolah,” ucapnya. Seorang lainnya mengaku baru berusia 17 tahun dan bekerja sebagai driver ojek online.

Meski sempat diamankan, keseluruhan demonstran pada malam itu juga dibebaskan.

Pantauan di lapangan menunjukkan beberapa demonstran tampak terluka dan mengaku mendapat tindakan kekerasan dari aparat. 

Dalam pernyataan sikapnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kalbar menyatakan bahwa massa aksi yang ditangkap diperlakukan secara sewenang-wenang, yakni dipaksa membuka pakaian, diberikan kata-kata yang merendahkan, hingga harus mendengarkan ceramah sepihak dari aparat. 

“Tindakan-tindakan tersebut bermasalah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia, serta konstitusi Indonesia,” tulis LBH Kalbar dalam keterangannya.

LBH Kalbar pun menuntut aparat untuk menghentikan seluruh bentuk kekerasan dan represifitasnya, serta membuka ruang dialog yang demokratis bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *