INIBORNEO.COM, Kapuas Hulu – Rencana ekspansi perkebunan kelapa sawit oleh PT Ichiko Agro Lestari di wilayah Tamambaloh, Kecamatan Embaloh Hulu, menuai penolakan. Warga desa dan sejumlah tokoh masyarakat menilai proses sosialisasi perusahaan belum transparan dan berpotensi mengganggu keberlangsungan hidup mereka.
“Kalau salah satu desa saja menerima, kami semua yang bergantung pada Sungai Tamambaloh akan merasakan dampaknya. Itu satu-satunya sumber air bersih kami,” ujar Claudia Liberani, tokoh pemuda dari Desa Saujung Giling Manik. Ia menambahkan bahwa ekspansi sawit dapat mengancam lingkungan dan memicu konflik sosial antarwarga.
PT Ichiko Agro Lestari telah melakukan sosialisasi sejak 15 Mei 2025 dan menargetkan lima desa dalam fase pertama: Pulau Manak, Banua Martinus, Banua Ujung, Saujung Giling Manik, dan Ulak Pauk. Namun, reaksi masyarakat beragam. Dua desa secara tegas menolak, satu desa masih menunggu musyawarah adat atau Kombong Banua, sementara dua lainnya masih terpecah pendapat.
Penolakan juga datang dari desa-desa yang sedang mengajukan pengakuan sebagai masyarakat hukum adat melalui skema Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), seperti Banua Ujung dan Saujung Giling Manik. Masyarakat mencemaskan bahwa sosialisasi justru mempercepat langkah perusahaan sebelum hak adat mereka diakui negara.
Sebagai respons, masyarakat adat Tamambaloh mengadakan Kombong Banua pada 20 Mei 2025 yang dihadiri perwakilan dari lima kampung target, pemerintah desa, kecamatan, tokoh masyarakat, dan pemuda. Dalam forum tersebut, masyarakat sepakat menolak kehadiran korporasi perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka dan mendorong percepatan pengakuan hutan adat.
“Untuk keputusan ini, kami menegaskan kepada yang hadir, yang belum hadir, dan yang mungkin juga tidak ingin hadir, bahwa kami menolaknya dengan bahasa yang sopan santun dan dengan pemikiran yang sangat jernih,” tegas Baki Suhardiono, salah satu tokoh dalam forum tersebut.
Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari PT Ichiko Agro Lestari. Masyarakat masih menanti kejelasan terkait legalitas dan rencana detil ekspansi sawit tersebut. Minimnya transparansi perusahaan dinilai memperbesar ketegangan dan menimbulkan keresahan luas di masyarakat Tamambaloh.