INIBORNEO.COM, Pontianak – Festival tahunan Cap Go Meh yang diadakan di Singkawang kembali digelar dengan meriah pada tahun 2025. Perayaan ini dinilai sebagai salah satu wujud nyata toleransi dan keberagaman di Indonesia.
Ketua Panitia Perayaan Imlek 2576 dan Festival Cap Go Meh 2025 Kota Singkawang, Bun Chin Thong, menegaskan bahwa festival ini merupakan ajang kebersamaan bagi berbagai etnis dan budaya yang ada di Singkawang.
“Singkawang dikenal sebagai kota dengan toleransi tinggi, di mana berbagai suku dan agama bersatu dalam perayaan ini,” ujarnya pada Rabu, 12 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa Cap Go Meh merupakan bagian dari perayaan Imlek, yang berlangsung selama 15 hari dan ditutup dengan festival ini. Tradisi Cap Go Meh telah diwariskan secara turun-temurun di Singkawang dan daerah sekitarnya. Selain sebagai perayaan, festival ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap dewa-dewa, seperti Tanjunggung, Konsimpong, Kuanti, dan lainnya.
“Tahun ini, sekitar 700 tatung dan 10 naga akan tampil, ditambah dengan beberapa atraksi lainnya,” katanya.
Mayoritas tatung yang berpartisipasi berasal dari Singkawang, sementara dari luar kota hanya sekitar 50 orang. Tatung, yang menjadi daya tarik utama festival ini, tidak sekadar mengenakan kostum, tetapi juga mengikuti ritual sesuai dengan roh atau dewa yang mereka perankan.
Toleransi dalam Festival Cap Go Meh
Salah satu relawan panitia, Heldy Santoso, menyoroti bahwa festival ini juga menjadi cerminan toleransi antar umat beragama, terutama dalam penyelenggaraan ritual tatung.
“Singkawang dikenal sebagai Kota Seribu Kelenteng, dan pertunjukan tatung di festival ini bersifat multi-etnis, kecuali Muslim. Etnis yang terlibat meliputi Tionghoa dan Dayak, di mana mereka berasal dari latar belakang kepercayaan yang berbeda, seperti Konghucu dan kepercayaan Dayak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa muslim tidak diperbolehkan menjadi tatung, sebagai bentuk penghormatan terhadap ajaran Islam yang tidak memperkenankan praktik spiritual dengan roh atau dewa.
“Pendaftaran tatung didasarkan pada identitas agama di KTP. Jika seseorang beragama Islam, mereka tidak diperbolehkan menjadi tatung untuk menghormati keyakinan mereka. Ini adalah bentuk toleransi yang terus kami jaga,” ungkapnya.
Selain itu, sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Muslim, seluruh pertunjukan di festival ini akan dihentikan sementara saat azan berkumandang, hingga azan selesai.
“Kami ingin memastikan bahwa Singkawang tetap menjadi kota yang penuh harmoni. Perayaan Cap Go Meh bukan sekadar festival, tetapi juga bukti nyata bahwa masyarakat dari berbagai latar belakang bisa hidup berdampingan dengan damai,” tutupnya.