INIBORNEO.COM, Sambas – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Kalbar bersama tim monitoring dan evaluasi (monev) stunting terpadu wilayah Pesisir, Perbatasan dan Rawan pangan (P2R) melakukan Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Bappeda Kabupaten Sambas, Rabu (26/07/2023).
Kepala Kantor Perwakilan BKKBN Kalbar, Pintauli Romangasi Siregar mengapresiasi kedatangan tim monev ke Kabupaten Sambas yang menjadi lokus (lokasi khusus) pelaksanaan FGD ini. Selain merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain dan memiliki daerah pesisir, angka stunting di Kabupaten Sambas juga masih terbilang tinggi meskipun sudah mengalami penurunan.
“BKKBN provinsi Kalbar sangat bersyukur Kalbar menjadi tempat untuk monev khususnya wilayah perbatasan. Adanya pertemuan seperti ini akan membuat kita semakin tahu dan semakin bisa membuat evaluasi yang lebih tepat sehingga tujuan kita untuk menurunkan angka stunting ini bisa lebih baik lagi di Kalbar,” jelas Pintauli.
Menurutnya, evaluasi tingkat nasional ini bukan pertama kalinya dilakukan di Kalbar. Ia berharap dari monev ini, kabupaten lainnya juga dapat melakukan evaluasi secara menyeluruh dari masing-masing daerah. Sehingga dapat berkolaborasi dan meyatukan apa saja penguatan yang perlu dilakukan terkait penurunan stunting.
“Hal ini juga pernah dilakukan di Sanggau. Sudah dilakukan beberapa kali, dan ini sudah yg ke empat kalinya. Kami bersyukur ada evaluasi tingkat nasional ini,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sambas Yudi S.Sos yang mengapresiasi terpilihnya Kabupaten Sambas menjadi tempat pelaksanaan FGD monev terpadu penanganan stunting. Ia berharap dari FGD ini, pemerintah pusat dapat memotret kegiatan yang sudah dilakukan sekaligus mengevaluasi apakah kegiatan tersebut sudah sesuai dengan yang seharusnya.
“Bagaimana memotret kegiatan penanganan stunting yang sudah kita lakukan. Apa sudah sesuai ataukah masih banyak yang harus kita kerjakan. Bisa memotret bagaimana kriteria atau karakteristik Kabupaten Sambas sebagai wilayah perbatasan,” jelasnya.
Selain wilayah perbatasan, lanjutnya, Kabupaten Sambas juga terdiri dari wilayah pesisir dan perhuluan. Terdapat 19 kecamatan dengan 135 desa yang tersebar hingga perbatasan. Dari jumlah tersebut, terdapat 5 desa yang memiliki angka stunting tertinggi yang kemudian dipilih menjadi peserta aktif FGD ini. Lima desa tersebut yakni Desa Sebayan, Gapura, Lubuk Dagang, Lela dan desa Mulia yang berasal dari dua kecamatan yaitu kecamatan Sambas dan Teluk Keramat.
Sedangkan kecamatan di perbatasan malah memiliki angka stunting yang rendah.
“Justru yg berbatasan langsung dengan negara lain justru angka stunting tidak tinggi. Yang berbatasan itu ada di kecamatan Sajingan, Desa Sei Bening dan Kecamatan Paloh, Desa Temajuk serta Aruk di Sebungak,” jelas Yudi lagi.
Bidan Nurliani, salah satu peserta FGD dari Desa Gapura, Kecamatan Sambas menambahkan, permasalahan tingginya angka stunting di Desa Gapura lebih banyak disebabkan akses jalan yang rusak parah. Sehingga masyarakat sulit untuk datang ke faskes dan nakes juga sulit untuk mengontrol kesehatan masyarakat di daerah itu.
“Jadi kegiatan posyandu kemudian yang berhubungan dengan kesehatan warga jangkauannya sulit. Tapi untungnya tahun ini sudah ada perbaikan. Sehingga angka stunting bisa turun walaupun masih tinggi,” ungkapnya.
Ia menyebutkan apa saja penanganan yang sudah dilakukan untuk penurunan stunting di Desa Gapura dan kerjasama yang sudah dilakukan dengan aparat serta masyarakat setempat. Diatanaranya pemberian makanan tambahan, pemberian susu untuk ibu hamil dan telur.
“Kemudian kasus anak dengan timbangan kurang itu kita pantau selama 30 hari dan dipantau terus pertumbuhannya. Lalu bersama petugas gizi buat pertemuan uuntuk bahas kasus bayi yang timbangan tetap atau tidak naik. Kebetulan juga di desa ini, punya dua bidan,” ujarnya.