INIBORNEO.COM, Pontianak – Lembaga Gemawan melakukan kampanye perlindungan ekosistem mangrove di kawasan pesisir pulau Borneo melalui Aksi Jaga Pesisir (SIGAP) dengan nama Borneo Mangrove Action. Kampanye ini merupakan gerakan untuk mengajak kaum muda Kalimantan Barat untuk mengambil langkah kontributif terhadap upaya perlindungan ekosistem mangrove di Kalbar.
Muhammad Reza, Kepala Knowledge Management & Communications Gemawan, mengatakan bahwa Borneo Mangrove Action ini tidak hanya dibatasi pada aktivitas menanam dan konservasi mangrove saja, namun juga memiliki beragam kegiatan seperti berdonasi hingga kampanye di media sosial.
“Kaum muda bisa mengekspresikan cinta mereka terhadap ekosistem mangrove dengan cara yang mudah seperti berdonasi bibit, donasi uang, donasi foto mangrove, donasi artikel mangrove serta berbagai aksi lain,” katanya dalam Seminar Keanekaragaman Hayati untuk Wilayah Pesisir Borneo dan Laut Indonesia Menuju Indonesia’s FOLU Net Sink 2023, Kamis (25/05).
Kalbar memiliki ekosistem mangrove dengan luas hampir 200 ribu hektar dan garis pantai mangrove sekitar 2000 kilometer. Terdapat juga 40 jenis mangrove, 30 jenis pohon, 3 jenis semak, 3 jenis paling 2 jenis liana, dan 1 jenis paku-pakuan. Kalbar juga memiliki 2 jenis mangrove yang tergolong langka yakni Bruguiera Hainesii yang hanya terdapat tak lebih dari 300 pohon dan Candelia candle.
Secara fisik, mangrove bermanfaat untuk menahan abrasi, menahan badai dan angin bermuatan garam serta menjadi penyangga bahan-bahan pencemar di perairan pantai. Jika kawasan mangrove tidak dilindungi dengan baik, maka akan berdampak besar di wilayah rentan, khususnya kawasan pesisir. Kota-kota di pesisir Indonesia terancam ditutupi muka air laut yang terus meningkat dan semakin turunnya permukaan tanah yang berkisar 1-10 cm setiap tahunnya.
“Upaya konservasi mangrove dapat mengurasi 10 persen hingga 31 persen dari estimasi emisi tahian dari sektor penggunaan lahan di Indonesia serta melindungi daratan dari naikknya permukaan air laut, angin kencang serta ombak besar akibat perubahan iklim,” tutur Dwi Listianingsih dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kalbar.
Ia juga menuturkan beberapa ancaman terhadap eksositem mangrove antara lain berubahnya alih fungsi lahan menjadi industri, pemukiman dan tambak, pencemaran limbah domestik dan limbah berbahaya lainnya, meningkatnya illegal logging dan eksploitasi berlebihan, meningkatnya laju abrasi serta potensi kehilangan stok karbon.
“BPSPL sudah melakukan beberapa upaya yakni dengan melakukan strategi rehabilitasi mangrove melalui survei lokasi lahan, perberdayaan masyarakat pesisir serta melakukan teknik tanam mangrove yang benar sesuai dengan karakter wilayahnya,” pungkasnya.
Selain menjadi penopang naiknya permukaan air laut, mangrove juga menjadi sumber plasma nutfah dan habibat alami untuk berbagai jenis organisme. Sebagaimana fungsi tumbuhan yang lain, mangrove juga memiliki fungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2).