INIBORNEO.COM, Pontianak – Magister Hukum UNTAN gelar Seminar Nasional yang bertemakan “Keadilan Akses dan Kualitas Pelayanan Publik Untuk Warga di Wilayah Perbatasan Negara”, Senin (26/09) di Gedung Konferensi UNTAN.
“Seminar ini bukan hanya sekedar seremonial, tetapi juga sudah kita pikirkan ouputnya untuk membuat holistic claim yang kemudian akan kita serahkan pada pemegang kebijakan sebagai sumbangan pemikiran dari prodi magister hukum Untan terhadap persoalan ini,” kata Hermasnyah selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum UNTAN.
Ia juga menuturkan bahwa dalam mewujudkan dan memanifestasikan visi dan misi UNTAN, pembicara dalam seminar ini berasal dari berbagai lembaga seperti Kantor Staf Presiden (KSP), Akademisi dan juga NGO yakni Walhi dan Teraju.
Rektor UNTAN, Garuda Wiko, mengatakan bahwa membangun perbatasan bukan membangun di perbatasan tetapi ada sistemnya.
“Membangun perbatasan itu bukan membangun di perbatasan tetapi ada sistemnya diperbatasan itu tidak hanya fisik tapi juga mungkin yang menyangkut bagaimana tata kelolanya. Tentu saja sebagai daerah yang memiliki perbatasan, kita perlu memasukkan keperguruan tinggi kita-kira apa yang dapat diambil berdasarkan penelitian,” ucapnya.
Ia berharap bahwa hasil seminar nanti bisa membangun pertumbuhan ekonomi dan persoalan-persoalan terakit dengan kecerdasan di warga perbatasan.
Alexander Rombonang selaku Kepala Badan Perbatasan Daerah yang turut hadir dalam pembukaan seminar menyatakan bahwa berdasarkan indikator-indikator yang digunakan sudah terjadi pertimbangan yang siginifikan, salah satunya untuk melihat tingkat kemajuan desa yang saat ini sudah ada 49 desa mandiri dan 0 desa sangat tertinggal.
“Hak-hal mereka sebagai warga negara itu sama yaitu memperoleh pelayanan publik dari pemerintah sehingga kita memiliki kewajiban untuk menyiapkan seluruh sarana dan pra sarana dasar,” ujarnya.
Ia juga menuturkan untuk tidak cepat menjustifikasi bahwa perbatasan tidak mendapat perhatian dari pemerintah, karena pemerintah memberikan perhatian yang sama tidak hanya diperbatasan tapi di daerah lain juga.
“Diharapkan hal ini terus tumbuh dan berkembang sehingga bisa memberikan masukan bagi pemerintah karena pemerintah sangat memerlukan masukan dari perguruan tinggi sebagai pusat akademisi yang ada,” tukasnya.
Selaras dengan Alexander, Abetnego Taragan dari KSP juga menyebutkan bahwa pembangunan perbatasan menjadi sebuah prioritas dan juga sudah sudah ada PerPres terkait.
Kekhawatiran terkait dengan pelayanan publik di wilayah perbatasan bahwa pembangunan sumber daya manusia menjadi penting sehingga sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial di wilayah perbatasan pun ikut menjadi penting.
“Disini kami ingin membagi kepada civitas akademi yang ada di UNTAN untuk membangun concern bersama dalam menjawab persoalan yang ada di wilayah kita,” pungkasnya.