INIBPRNEO, Sintang – Digelarnya musyawarah Adat Sub Suku Dayak Undau di Kecamatan Kayan Hilir dan Kayan Hulu yang digelar pada 5-6 Oktober 2018 yang lalu menjadi salah satu upaya untuk melestarikan kearifan lokal masyarakat tersebut. Musyawarah yang digelar di Desa Lengkong Bindu Kecamatan Kayan Hilir ini juga diharapkan mampu mendorong sub suku Dayak ini menjadi bagian dari Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang.
“Dengan Musyawarah Adat ini kita berharap adat dan budaya Suku Dayak Undau bisa masuk di dalam daftar Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang. Upaya ini sudah sesuai dengan aturan tujuan adanya Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang khususnya untuk melestarikan adat istiadat yang ada pada Sub Suku Dayak Undau,” ungkap ketua adat dan ketua panitia Musyawarah Adat Sub Suku Dayak Undau, Antonius Boli, Jumat (5/10).
Dia menyebutkan musyawarah adat ini diikuti oleh sekitar 400 orang yang berasal dari 17 desa dan 53 kampung yang ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Kayan Hilir dan Kecamatan Kayan Hulu. Hadirnya perwakilan di setiap kampung, menurutnya, ini menjadi awal yang baik bagi pelestarian adat istiadat serta kearifan lokal masyarakat di suku ini, mengingat nilai-nilai adat suku ini mulai hilang lantaran tergerus arus modernisasi.
Kecamatan Kayan Hilir dan Kayan Hulu, menurut Boli, sangat unik dan kaya akan beragam suku Sampai saat ini di dua kecamatan tersebut, memiliki delapan sub suku yang berbeda beda, namun mereka dapat hidup berdampingan secara rukun.
“Masyarakat Kayan ini selalu hidup berdampingan antara suku yang satu dengan yang lainnya. Ini membuktikan bahwa kita masyarakat kayan sangat menjunjung tinggi bhineka tunggal ika,” katanya.
Bupati Sintang Jarot Winarno yang membuka musyawarah tersebut menyampaikan pesan agar masyarakat adat dapat mengelola hutan dengan tetap tetap menjaga kearifan lokalnya. Mereka juga dituntut untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui kearifan lokal mereka itu
“Sudah kita ketahui, dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Hukum Adat yang menyebutkan bahwa hutan sosial yang di kelola oleh masyarakat adat adalah untuk kesejahteraan masyarakat adat sendiri dan diperbolehkan memiliki luas 129 hektar hutan adat,” tuturnya.
Hal ini menurutnya, menunjukan betapa masyarakat adat demikian maju sehingga masyarakat adat dituntut mampu mengelola kearifan lokal serta menciptakan inovasi-inovasi baru yang dapat mensejahterakan masyarakat adat melalui pemberdayaan ekonomi. Syaratnya, yakni dengan membentuk kelompok masyarakat adat yang mampu menciptakan produk-produk berbahan baku kayu atau apa saja yang bisa didapat dari hutan adat tersebut.
“Produk apa saja dari hutan yang bisa dijadikan ekonomi kreatif, sehingga tidak terpaku pada ekonomi yang umum saja,” harapny.
Dalam kesempatan tersebut, Jarot juga menyampaikan bahwa pihaknya sanggat mendukung penuh atas pelaksanaan musyawarah adat Sub Suku Dayak Undau ini. Hal itu karena, ajang tersebut merupakan bagian daei upaya melestarikan kearifan lokal serta adat dan budaya yang ada di masyarakat. Dia pun melihat dari tahun ke tahun animo masyarakat Kabupaten Sintang khususnya masyarakat Suku Dayak sudah sangat kuat dalam melestarikan adat dan tradisi yang sudah lama terpendam dan belum tergali lebih dalam.
“Adat dan tradisi di daerah Kabupaten Sintang ini harus kita kembangkan, sehingga dapat menyeimbangkan pembangunan ekonomi pada masyarakat adat dan istiadat serta menjaga kelestarian linkungan,” tuturnya.
Di samping itu, dia juga berpesan bahwa adat istiadat dan tradisi yang telah di turunkan oleh pendahulu kita patut kita lestarikan sebab ini merupakan aset yang tak ternilai. Terjaganya adat istiadat ini, menjadi jaminan agar generasi muda yang merupakan penerus dapat mengetahui akan adanya hal itu.
“Kondisinya sekarang sudah hampir terlupakan, maka dari itu perlu kita jaga, gali dan kembangkan potensi adat yang ada,” pungkasnya.