PONTIANAK- Kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi dapat menghambat pertumbuhan anak, bahkan bisa menyebabkan stunting. Demikian disampaikan Yulsius Jualang, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar. “Stunting mempengaruhi tingkat kecerdasan,” jelasnya saat menjadi pembicara dalam kegiatan Media Briefing Di Balai Bahasa, (28/11/017)
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Namun, masih banyak yang menganggap bahwa stunting terjadi karena faktor keturunan dan sesuatu yang wajar.
Jualang mengungkapkan, besaran masalah gizi balita Kalbar berdasarkan pantauan status gizi (PSG) 2016. Dari indikator kurang atau buruk prevalensinya di Kalbar mencapai 27, 5 persen lebih tinggi dari nasional yakni 17, 8 persen. Sedangkan indikator pendek dan sangat pendek prevalensi di Kalbar 34,9 persen, sedangkan di nasional 27, 5 persen. Indikator kurus dan sangat kurus mencapai 14, 4 persen, di nasional prevalensinya 11, 1 persen. Indikator gemuk, prevalensinya di Kalbar mencapai 4, 8 persen, dan secara nasional 4,3 persen.
Tahun 2016, lanjut dia berdasarkan kelompok umur di Kalimantan Barat, tercatat balita yang berada di usia 0-23 bulan yang mengalami gizi kurang sebanyak 24,5 persen, pendek 32,5 persen, kurus 16,1 persen, dan gemuk 4,5 persen. Sedangkan dari 0-59 bulan yang mengalami gizi kurang 27,5 persen, pendek 34,9 persen, kurus 14,4 persen, dan gemuk 4,8 persen.
Itu sebabnya, lanjut dia penanganan masalah gizi membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Program kesehatan sejak ibu hamil hingga anak berusia dua tahun menjadi sangat penting untuk mengatasi hal tersebut. Program 1000 Hari Pertama Kehidupan itu, kata dia menjadi kesempatan emas dalam memperbaiki gizi anak dan mencegah stunting. “Merupakan masa kritis untuk investasi gizi mencapai pertumbuhan dan perkembangan anak sehat,” ungkapnya.
Tak hanya kecerdasan saja, program 1000 Hari Pertama Kelahiran kata dia dapat mengurangi penyebab kematian bayi. Mendorong orang tua untuk aktif memantau pertumbuhan balita ke posyandu, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat. “Ini menurunkan anak pendek, kurus, dan berisiko lebih rendah menderita penyakit gula darah, diabetes, stroke, jantung koroner, serta obesitas,” ungkapnya.
Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang mendorong munculnya kasus-kasus stunting. Kemiskinan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari faktor asupan gizi yang tidak mencukupi, namun juga karena akses terhadap fasilitas kesehatan, serta sanitasi lingkungan yang kurang. Di sejumlah daerah, khususnya di desa-desa masih ditemukan sarana sanitas lingkungan yang tidak layak, sehingga berpotensi menjadi penyebab stunting. “Misalnya kondisi jamban, masih ada yang menggunakan jamban yang terdapat di pinggiran sungai yang mana dari sisi higienisitas tidak layak,” tambahnya.
Sebab itu, menurutnya perlu untuk meningkatkan kesadaran untuk melakukan aktivitas buang air pada jamban yang layak serta memastikan akses terhadap air bersih tercukupi.
Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Borneo, Reni Hidjazi mengatakan tantangan untuk mengampanyekan gizi nasional, khususnya untuk mencegah stunting tidaklah mudah. Terutama mengajak orang untuk sadar, dan paham tentang penyebab, gejala, dan akibat jangka panjang serta pencegahan stunting.
Ada lima kecamatan di Kubu Raya yang menjadi wilayah pendampingannya. Upaya yang dilakukan, lanjut dia dengan masuk ke desa-desa, melakukan kelas ibu hamil, kelas ibu balita, ke posyandu, hingga ke puskesmas. “Partisipasi laki-laki juga diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman dalam mencegah stunting,”kata dia.
Suami sebagai pemberi nafkah,kata dia seringkali tidak mau terlalu tahu soal pencegahan stunting. Padahal keterlibatan para suami ini juga penting dengan membantu sang istri terutama soal pemberian asupan makanan bergizi dan mendorong untuk penerapan ASI Ekslusif. “Kita juga berharap para suami mau mengantar istri saat pemeriksaan dan mau mencari info dan mendengarkan informasi tentang stunting ini,” sampainya.
Dikatakan Reny, pengetahuan tentang stunting yang masih sangat sedikit diterima perempuan terutama di desa. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan juga berpengaruh bagi kesehatan ibu dan anak. “Titik rawan stunting itu satu diantaranya saat masa awal kehamilan. Ada masa ngidam, nah ini sangat rawan, biasanya perempuan malas makan. Makan ala kadarnya sehingga gizi tidak terpenuhi,” jelasnya.
Masalah pengetahuan yang masih terbatas misalnya untuk pengolahan makanan bergizi itu juga menjadi sumbangsih penyebab stunting.Dia menuturkan kemiskinan perempuan sangat berkorelasi pula dengan stunting.
Hubungan kemiskinan dengan stunting sangat dekat. Ketika kondisi miskin di perempuan dia tidak bisa menyiapkan makanan yang bergizi. Kondisi ini mempercepat stunting. “Keterbatasan dana membuat keluarga sulit untuk memberikan asupan gizi yang cukup bagi anggota keluarganya” pungkasnya.