INIBORNEO.COM, Pontianak – Proyek Improving the Management of Peatlands and the Capacities of Stakeholders in Indonesia (Peat-IMPACTS Indonesia) yang sudah dilaksanakan selama empat tahun, sejak 2020 – 2024, kembali diskusikan mengenai model pendidikan lingkungan sejak dini dan pengelolaan lahan gambut. Diskusi digelar oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) yang bertajuk “Pahlawan Gambut Masa Depan” dilakukan pada Rabu (21/08) dan merupakan hasil kolaborasi antara Kedutaan Besar Jerman, Pemrov Kalbar dan ICRAF.
Diskusi ini bertujuan untuk menyatukan persepsi dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan gambut sebagai bagian dari program pendidikan lingkungan yang terintegrasi dalam kurikulum lokal. Memfasilitasi evaluasi dan berbagi pengalaman dari Kabupaten Kubu Raya terkait implementasi muatan lokal gambut di pendidikan dasar, serta mengeksplorasi potensi perluasannya ke tingkat sekolah menengah atas, guna mengarusutamakan pendidikan lingkungan, khususnya tentang lahan gambut, dalam pendidikan formal.
“Pendidikan memiliki peranan penting dalam menjaga dan melestarikan lingkungan kita, pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan yang kita pelajari di dalam kelas, tetapi juga tentang membangun kesadaran dan tanggung jawab kepada lingkungan disekitar kita. Saya senang sekali kita telah bisa memasukkan kurikulum pendidikan gambut di sekolah-sekolah melaui program Peat-IMPACT yang didanai oleh Jerman melalui BMU-IKI,” kata Maike Elizabeth Lorenz, Perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman, dalam sambutannya.
Menurutnya, keterlibatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah saja, tapi juga pada kehidupan sehari-hari. “Melestarikan gambut adalah tanggung jawab kita bersama, dengan memasukkan pendidikan tentang gambut kedalam kurikukulum pendidikan, kita tidak hanya melindungi lingkungan saat ini tetapi juga memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Asisten Gubernur Bidang Perekonimian dan Pembangunan, Ignasius IK, yang mewakilan PJ Gubernur Kalbar, menyatakan bahwa implementasi muatan lokal gambut dan mangrove diharapkan menjadi komponen kunci dalam membangun kapasitas sektor pendidikan. Hal ini juga diharapkan bisa mengembangkan dan merumuskan materi kurikulum serta silabus lokal terkait lahan gambut, guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman di antara para pemangku kepentingan dan generasi muda.
“Keberhasilan dan inisiatif muatan lokal gambut dan mangrove saat ini dapat diperluas ke kabupaten/kota dan bahkan ke tingkat provinsi Kalimantan Barat, sebagai provinsi yang memiliki lahan gambut terbesar keempat di Indonesia,” tuturnya.
Selama setahun, implementasi muatan lokal gambut dan mangrove di Kabupaten Kubu Raya telah menjangkau 536 sekolah, memperkuat kapasitas pendidikan dalam mengembangkan kurikulum terkait lahan gambut. Keberhasilan di Kubu Raya ini mendorong rencana perluasan ke tingkat provinsi Kalimantan Barat, menargetkan wilayah dengan ekosistem gambut dan mangrove untuk melindungi lingkungan secara berkelanjutan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Kalbar, Adi Yani, turut mengamini dengan mengatakan bahwa gambut merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan terhadap perubahan iklim, namun memiliki potensi paling besar terhadap mitigasinya.
“Melalui diskusi ini, kami berharap dapat mengedukasi masyarakat dan mendorong lebih banyak aksi nyata untuk melindungi gambut kita,” ucapnya.