INIBORNEO.COM, Pontianak – Kasus lama yang sempat meredup kembali mencuat. Dugaan penggelapan dana sebesar Rp1,3 miliar yang menyeret nama manajemen Ayani Mega Mall Pontianak kini kembali disidangkan dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Pontianak.
Santoso Pukarta, pemilik Mega Mall Pontianak, dan putranya William Pukarta menjadi pihak tergugat dalam perkara yang diajukan oleh Djunaidi. Gugatan tersebut merupakan lanjutan dari persoalan yang sebelumnya pernah diproses secara pidana pada 2015 lalu.
Kasus ini bermula pada 2011, ketika William yang baru ditugaskan dari Jakarta ke Pontianak untuk bekerja di manajemen Mega Mall berkenalan dengan Djunaidi. Dari hubungan tersebut, William menawarkan kerja sama usaha suku cadang kendaraan merek Nissan Fuso yang diklaimnya berasal dari Singapura dan menjanjikan keuntungan hingga 30 persen.
Tertarik dengan tawaran tersebut, Djunaidi menyerahkan uang secara bertahap, baik melalui transfer maupun tunai, dengan total mencapai Rp1,3 miliar. Namun, belakangan diketahui bahwa bisnis yang dijanjikan tidak pernah ada. Dana yang diterima William justru digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk transaksi saham.
Sejak 2012 hingga awal 2013, Djunaidi berulang kali meminta uangnya dikembalikan. William sempat berjanji akan melunasi dengan menjaminkan sertifikat apartemen di Jakarta senilai Rp3 miliar, namun janji itu tak kunjung ditepati. Sebagai gantinya, ia menyerahkan satu lembar cek senilai Rp1,3 miliar, namun saat dicairkan, saldo rekening tidak mencukupi.
Perkara ini sempat disidangkan sebagai kasus pidana dengan nomor perkara 858/Pid.B/2015/PN Pontianak. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan William terbukti mengambil uang milik Djunaidi, namun dikategorikan sebagai sengketa perdata, bukan tindak pidana. Akibatnya, William bebas dari hukuman penjara meski utangnya belum dilunasi.
Pasca putusan tersebut, pada 13 September 2015, digelar pertemuan di Mega Mall Pontianak yang dihadiri oleh Djunaidi, William, Santoso Pukarta, dan almarhum Ari Chandra. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa pihak William akan melunasi utang sebesar Rp1,3 miliar kepada Djunaidi. Namun, hingga kini, kesepakatan itu tak pernah dipenuhi.
Kuasa hukum Djunaidi, Ahmad Darmawan, menjelaskan bahwa langkah hukum perdata ditempuh karena tidak ada itikad baik dari pihak tergugat setelah putusan pidana berkekuatan hukum tetap.
“Kami menempuh jalur perdata agar hak klien kami dapat dipulihkan. Sudah terlalu lama persoalan ini dibiarkan tanpa penyelesaian,” kata Ahmad Darmawan.
Dalam gugatan yang didaftarkan di PN Pontianak, pihak penggugat menuntut:
1. Pembayaran pokok utang sebesar Rp1,3 miliar
2. Ganti rugi immaterial sebesar Rp1 miliar
3. Denda keterlambatan sebesar Rp4 juta per hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap
4. Penyitaan aset tanah dan bangunan di Kompleks Ayani Sentral Bisnis Blok F1, Pontianak sebagai jaminan.
Pihak PN Pontianak membenarkan bahwa sidang gugatan telah digelar dan akan berlanjut untuk mendengarkan jawaban dari pihak tergugat.
Hingga berita ini diterbitkan, proses hukum masih berlangsung. Pihak penggugat berharap keadilan dapat ditegakkan dan hak mereka dikembalikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.











