Warga keluhkan Ketimpangan Sebaran SMA di Kota Pontianak

  • Share
Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar

INIBORNEO.COM, Pontianak – Ketimpangan sebaran Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri di Kota Pontianak kembali menjadi sorotan seiring pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025 yang tengah berlangsung. 

Di wilayah Kecamatan Pontianak Timur misalnya, Warga Kelurahan Tanjung Raya 1 mendesak pemerintah segera membangun sekolah negeri di wilayah mereka, menyusul ketiadaan satu pun SMA negeri di kawasan tersebut.

Hal ini berdampak langsung pada anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan di sekolah negeri lewat jalur zonasi atau domisili. Dengan tidak adanya SMA negeri di kawasan tersebut, mereka otomatis kalah jarak dan peluang dari peserta lain yang berdomisili lebih dekat ke sekolah negeri yang ada.

Yani, salah satu warga setempat, mengaku kecewa setelah anaknya gagal diterima di SMAN 6 Pontianak. Sekolah tersebut satu-satunya sekolah negeri terdekat, namun lokasinya pun berada di wilayah Tanjung Raya 2.

“Sudah daftar lewat jalur domisili ke SMAN 6, tapi tidak lolos karena dianggap jaraknya terlalu jauh. Padahal dari rumah kami, itu yang paling dekat,” ungkapnya, Senin (8/7/2025).

Kini, Yani hanya berharap anaknya bisa masuk lewat jalur prestasi. Tapi ia sadar, jalur tersebut kuotanya terbatas dan persaingannya ketat.

“Setiap tahun kami hadapi masalah yang sama. Anak-anak di sini sulit masuk sekolah negeri. Satu-satunya pilihan hanya sekolah swasta, tapi tidak semua warga mampu,” kata Yani.

Keluhan serupa disampaikan Fadlun Alkaderi, warga Tanray 1 lainnya. Saat ditemui di posko helpdesk PPDB jenjang SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar, ia membantu anak tetangganya yang pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Anak tersebut seharusnya mendaftar ke SMKN 7 yang masih dalam zonasi. Namun karena kurangnya informasi dan sosialisasi, ia malah mendaftar ke SMKN 3 di Kecamatan Pontianak Selatan. Namun, hasilnya gagal.

“Ini sering terjadi. Anak-anak bingung mau daftar ke mana karena sekolah negeri terbatas. Akhirnya salah pilih sekolah dan tidak diterima,” ujar Fadlun.

Fadlun menegaskan, keberadaan SMA negeri di Tanjung Raya 1 bukan lagi sekadar kebutuhan, tapi sudah mendesak. Menurutnya, warga tak menuntut sekolah unggulan, hanya menginginkan sekolah negeri yang layak dan bisa dijangkau.

“Mereka cuma ingin sekolah di dekat rumah. Bisa jalan kaki, atau numpang motor. Tapi kalau harus ke swasta, mereka benar-benar tak mampu. Kami mohon, tolong bangun SMA atau SMK negeri di Tanray 1,” tegasnya.

Ia berharap pemerintah tidak terus menutup mata terhadap kesenjangan ini. Pendidikan, kata Fadlun, seharusnya bisa diakses semua anak, tanpa terkendala zonasi atau biaya.

Warga lainnya, Aseanty juga mengeluhkan tak meratanya keberadaan SMA negeri di Kota Pontianak. Ia menilai dinas Pendidikan Kalbar harus memikirkan persebaran sekolah menengah atas yang lebih merata. Pendidikan formal merupakan tanggung jawab pemerintah, jadi warga yang ingin mengakses pendidikan di sekolah negeri harus dipenuhi. 

“Swasta menjadi alternatif pilihan warga yang mampu saja,” keluhnya. 

Ia menambahkan, keadilan dalam pendidikan tidak cukup hanya lewat sistem seleksi. Pemerataan akses fisik terhadap sekolah juga harus menjadi prioritas. “Bagaimana dengan anak yang nilai akademiknya tidak tinggi, dan juga tidak memenuhi syarat dekat rumahnya dekat dengan sekolah. Masak dia tidak berhak mendapatkan pendidikan di sekolah negeri? Gimana kalau orangtuanya tidak mampu?” tutupnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *