INIBORNEO.COM, Pontianak – Menjelang kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Kalimantan Barat, suara kritis datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak. Organisasi mahasiswa ini menuntut perhatian serius negara terhadap ketimpangan infrastruktur yang selama ini membelenggu provinsi di ujung barat Pulau Kalimantan tersebut.
“Cukup sudah Kalbar jadi penonton pembangunan,” tegas Ketua PMKRI Pontianak, Joshierai Omutn P.G.
Joshierai menyatakan bahwa selama puluhan tahun Kalimantan Barat diperlakukan seolah hanya sebagai “halaman belakang” republik. Ia menyoroti berbagai persoalan mendasar seperti jalan poros provinsi yang rusak, ratusan desa yang belum berlistrik, dan krisis air bersih di wilayah pedalaman maupun pesisir.
“Jalan poros provinsi berlubang dan penuh lumpur, ratusan desa belum teraliri listrik, dan akses air bersih masih menjadi mimpi di siang bolong bagi masyarakat,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kehadiran Presiden Prabowo Subianto ke Kalbar diharapkan bukan sekadar ajang seremonial atau pidato politik, melainkan menjadi titik balik perhatian negara terhadap kebutuhan dasar masyarakat.
“Kami butuh komitmen politik, anggaran nyata, dan target waktu yang jelas,” ujarnya menegaskan.
PMKRI juga merujuk pada data dari Bappeda Kalbar 2024, yang mencatat 1.023 kilometer jalan provinsi dalam kondisi rusak ringan hingga berat. Selain itu, masih terdapat 403 desa yang belum menikmati aliran listrik, sebagian besar berada di Kabupaten Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, dan Bengkayang. Lebih dari 40 persen masyarakat pedesaan juga masih mengandalkan air hujan dan sungai yang tercemar untuk kebutuhan harian.
“Listrik bukan hanya untuk terang, tapi untuk hidup. Jalan bukan sekadar akses, tapi nadi ekonomi rakyat. Dan air bersih adalah hak dasar manusia,” kata Joshierai.
Sebagai bentuk konkret dari aspirasi mereka, PMKRI Pontianak menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden dan pemerintah pusat, yaitu menetapkan target nasional untuk menuntaskan jalan poros utama dan jalan penghubung desa-kecamatan di Kalbar sebelum tahun 2029; mewujudkan Program Listrik Desa Merata dengan prioritas bagi wilayah perbatasan dan kawasan masyarakat adat; mengalokasikan investasi dan percepatan pembangunan instalasi air bersih yang berbasis pada kebutuhan lokal, bukan sekadar proyek mercusuar; serta menerapkan skema padat karya dengan melibatkan tenaga kerja lokal dan memberdayakan pemuda desa.
“Kami tidak menolak Presiden Prabowo. Kami menyambut beliau sebagai pemimpin baru. Tapi sambutan kami datang dengan tuntutan. Karena kami percaya, perubahan tidak datang dari diam,” pungkas Joshierai.