INIBORNEO.COM, Pontianak – Mulyanto, seorang pejuang HAM pembela hak-hak buruh, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 9 bulan dengan pasal 160 KUHP yakni melakukan penghasutan. Vonis ini dinilai tidak adil lantaran fakta persidangan menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak terbukti.
“Artinya, dari awal barang ini sudah dirancang agar Mulyanto ditahan lebih lama, agar proses hukumnya berjalan lamban sehingga melemahkan perjuangan buruh di lapangan,” ujar Setiady Gunawan, salah satu tim penasihat hukum Mulyanto, usai sidang vonis di Pengadilan Negeri Pontianak, Senin (29/7).
Sidang putusan ini diwarnai dengan berbagai bentuk pembatasan dan pengekangan. Banyak buruh yang telah datang dari Sambas dan Bengkayang untuk memberikan dukungan kepada Mulyanto, namun tidak dapat masuk karena ruang sidang telah dipenuhi aparat.
Pembatasan ini tak hanya menimpa buruh, tetapi juga perwakilan dari Komisi Yudisial yang datang untuk memantau jalannya persidangan, mereka sempat ditahan untuk tidak diperbolehkan masuk. Bahkan salah seorang penasihat hukum Mulyanto mengalami perlakuan tidak adil dengan dilarang masuk ke ruang peradilan.
Baca Juga : UU Cipta Kerja Menyakiti Buruh dan Masyarakat Adat
“Inilah rupa pengadilan kita di Pontianak, yang harusnya terbuka untuk umum malah justru membatasi kita. lantas untuk apa pengadilan jika tidak semua orang bisa mengaksesnya,” tutur Ivan Wagner, salah satu tim penasihat hukum Mulyanto.
Usai persidangan, tim penasihat hukum Mulyanto, Irenius kadem dan Furertus Ipur menghampiri massa aksi yang berada di depan pagar Pengadilan Negeri Pontianak, mereka memberi semangat kepada seluruh buruh yang hadir.
“Walau Mulyanto dikatakan bersalah sejak awal dia sudah menyatakan bahwa jikalau perjuangannya dianggap bersalah tapi ia tetap akan berjuang untuk hak-hak buruh,” tegas Irenius.
Diketahui, Mulyanto adalah seorang buruh yang dikriminalisasi dan dituntut dua tahun penjara setelah memperjuangkan hak-hak normatif buruh PT. Duta Palma yang telah belasan tahun mangkir dari tanggungjawabnya. Mulyanto dituntut dengan pasal 160 KUHP dengan tuduhan penghasutan untuk melakukan pengrusakan terhadap kendaraan polisi saat terjadinya chaos pada aksi mogok kerja 19 Agustus 2023.
Sebelumnya, dalam konferensi pers yang digelar oleh YLBHI-Project Base LBH Kalimantan Barat tentang kriminalisasi terhadap pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) Mulyanto, menyoroti bukti-bukti pelanggaran dan intimidasi yang dialami Mulyanto serta buruh Duta Palma Group,
Konferensi pers dengan menggandeng KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), KASBI (Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia), dan YLBHI (Yayasan lembaga Bantuan hukum Indonesia), mereka mengecam keras upaya aparat dan perusahaan dalam menekan gerakan buruh.
Para pembicara menyerukan kepada Pengadilan Negeri Pontianak untuk membebaskan Mulyanto dari segala tuduhan yang dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap hak-hak asasi dan konstitusional.
Sunarno, Ketua Umum KASBI menanggapi bahwa kriminalisasi terhadap buruh Duta Palma tidak terlepas dari pelanggaran normatif perusahaan. Pemerintah seharusnya mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran tersebut dan memberikan dukungan kepada buruh. Ia juga mendesak hakim untuk objektif dalam melihat fakta persidangan dan mendukung perjuangan buruh Duta Palma.
“Kasus Mulyanto adalah contoh buruk dari kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruh,” imbuhnya.
Sedangkan Arif dari YLBHI menyoroti praktik pelaporan pidana, intimidasi, dan teror TNI/Polri sebagai bentuk pembungkaman serikat pekerja atau union busting. Praktik ini tidak mendapat perhatian serius dari negara.
Arif mengajak semua pihak untuk mengecam praktik kriminalisasi Mulyanto dan mengkritik aparat kepolisian yang seharusnya melindungi masyarakat namun justru melindungi modal. Dia juga mengkritik keterlibatan militer dalam wilayah sipil dan menekankan perlunya tindakan tegas terhadap aparat yang melakukan pelanggaran HAM.