INIBORNEO.COM, Kubu Raya – World Agroforestry (ICRAF) bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) adakan lokakarya bertajuk “Konsultasi publik revitalisasi kelembagaan forum tanggung jawab sosial dan lingkungan serta peningkatan pemahaman untuk monitoring dan evaluasi di Kabupaten Kubu Raya” pada Kamis (15/12).
Kegiatan dilaksanakan dalam rangka mengkonsultasikan dan mendiskusikan beberapa poin penting penguatan regulasi TJSL, serta memfinalkan program strategis dan kerangka sistem database untuk monitoring dan evaluasi, serta tata kelola forum.
“Pemerintah daerah maupun pusat secara kelembagaan senantiasa memberikan dukungan moril dan kebijakan, namun tidak akan bisa bekerja sendiri tanpa adanya dukungan dan support dari seluruh pihak dari berbagai kelembagaan,” kata Wakil Ketua DPRD, Suharso, dalam sambutannya.
Ia juga menuturkan bahwa bahwa titik fokus diskusi adalah untuk memperkuat potensi besar yang perlu terus digali dalam forum TJSL terkait Perda yang akan dikawal dan evaluasi bersama. Monitoring dan evaluasi menuju perbaikan perlu dilakukan agar ada kesesuaian antara susunan peran dan tanggung jawab para anggota forum.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang terpadu dan terukur berpotensi sebagai inovasi dalam pengelolaan dan pendanaan gambut lestari. Untuk itu upaya analisis dan kajian terhadap efektivitas kebijakan menjadi penting untuk melihat performa kebijakan tanggungjawab sosial dan lingkungan yang sudah berjalan apakah sudah sesuai tujuan dan capaian kebijakan.
Maria Agustina, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan dan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kubu Raya menyampaikan beberapa proses revitalisasi kelembagaan dan tata kelola TJSL, dengan berbagai pemahaman dan langkah monitoring dan evaluasi yang akan berjalan secara berkala dan beriringan agar tepat sasaran dengan program strategis.
“Program strategis TJSL ini akan dilaksanakan di enam desa terpilih pengelolaan gambut lestari. Untuk itu forum ini menghadirkan berbagai pelaku usaha (perusahaan), Camat dan Kepala Desa dari enam desa tersebut. Serta struktur organisasi dari Forum TJSL yang akan melibatkan akademisi, pelaku usaha, perwakilan Kades dan NGO di Bidang sosial, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan,” jelasnya.
Enam desa terpilih pelaksanaan TJSL ini adalah Desa Bengkarek, Pasak dan Sungai Asam yang berada di KHG Sungai Kapuas-Ambawang, dan di Desa Kubu, Permata dan Sungai Radak Dua di KHG Sungai Kapuas-Terentang. Berbagai usulan terlahir terkait pelibatan unsur organisasi masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.
Sebagai kegiatan TJSL, konservasi dan restorasi yang dilakukan oleh perusahaan dimonitor melalui sebuah platform yang digunakan bernama CarbonAtlas. Platform ini mampu mengukur luas plot lahan berapa dan kemampuan tanam pepohonan berapa, serta survey lapangan yang dilakukan dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) pencapaian kondisi kegiatan konservasi di lapangan.
Kegiatan konsultasi ini dilanjutkan dengan diskusi terfokus (focus group discussion) program strategis pelaksanaan TJSL di desa terpilih pengelolaan gambut lestari serta kerangka tata kelola forum, serta mendiskusikan potensi pengembangan Simpul Jaringan Informasi Geospasial Daerah (SJIGD) Kabupaten Kubu Raya sebagai platform pendataan dan pemantauan TJSL melalui pembelajaran Jejak.in, yakni sebuah start up terkait sistem manajemen karbon.
Beberapa program TJSL/CSR yang telah dilakukan disampaikan oleh Beria Leimona, Senior Expert Landscape Governance and Investment, ICRAF Indonesia, sebagai bahan pembelajaran dan contoh program kerja masyarakat. Diantaranya di DAS Besai, Lampung dalam program pemantauan kualitas air dan tingkat erosi yang dilaksanakan dengan bekerja sama beberapa pihak.
Juga program peningkatan kualitas air tanah dan efisiensi pemakaian air, di DAS Rejoso Kita Pasuruan, di mana perusahaan secara langsung menginvestasikan dana dan kegiatan CSR untuk menyelamatkan sumber air.