INIBORNEO.COM. PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) menyatakan untuk pencipta lambang Negara Indonesia adalah Sultan Hamid II dan tidak ada lagi pencipta lambang negara lainnya. Pernyataan tersebut disampaikan saat menjadi pembicara pengantar dalam kegiatan Seminar Nasional ‘Quo Vadis Makna Kepahlawanan di Indonesia Mengukuhkan Keindonesiaan Melalui Pengusulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional’ yang diselenggarakan bersama Badan Pengkajian MPR RI Fraksi Partai Nasdem MPR RI, di hotel Aston, Sabtu (11/7/2020).
“Bagi saya pencipta lambang negara final Sultan Hamid II tak ada lagi cerita lain. Karena secara ‘De Facto’ dan ‘De Jure’ negara telah mengakui itu, cuma sekarang perjuangan politiknya bagaimana ini dalam suatu produk hukum,” ungkap Gubernur Kalbar H. Sutarmidji dalam sambutannya.
Lanjutnya, dirinya sudah mengikuti perkembangan pengusulan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional ini sejak 1999 yang lalu. Dimulai dengan pengubahan nama di jalan perintis kemerdekaan menjadi jalan Sultan Hamid II dengan memperjuangkan baik secara De Facto dan De Jure bahwa beliau pencentus lambang garuda yang sekarang sebagai lambang negara Indonesia.
“Kemudian secara yuridis sudah diakui oleh kementerian pendidikan, bahwa lambang garuda itu warisan tidak benda secara nasional itu dari kalbar,” tuturnya.
Jika beberapa akhir ini di permasalahkan dalam sebuah pemikiran Sultan Hamid II, menurutnya bebas saja. Sebab pemikiran itu bersifat universal asalkan mempunyai dasar dan bukti yang ada.
“Gagasan atau pemikiran itu tidak boleh diberi label gimana gitu, pemikiran itu biasa saja apalagi pemikiran masalah politik dan sebagainya. Tapi ada hal-hal di dalam hati seseorang tercetus ide dari hasil karya beliau, jadi Sultan Hamid II jelas sangat final dilihat dari tanggal 17 bulan delapan tahun 45 dari lambang burung garuda, di sayap, di dada dan di ekor, nah pemikiran-pemikiran lain terbantahkan dengan yang dilahirkan oleh beliau itu,” ujarnya.
“Sejarah itu suka tidak suka harus disampaikan, tidak boleh karena perbedaan pemikiran politik dan beda pemikiran lainnya kita menghilangkan sejarah. Karena ketika sejarah suatu bangsa itu ada di sembunyikan atau tidak diungkap maka bisa menimbulkan persepsi-persepsi yang lain dari masyarakat kita bahkan anak cucu kita akan lupa dengan sejarah negara,” tegasnya. (r-papiadjie)