PONTIANAK – Berita bohong atau hoaks saat ini menjadi masalah bersama, karena banyak dampak negatif yang terjadi akibat hoaks ini. Melihat maraknya hoaks di tanah air, Lantai Empat bekerjasama dengan Polda Kalbar mengadakan Millenial Anti Hoaks bertempat di What’s Up Café pada 6 Februari 2019.
Kegiatan tersebut menghadirkan tokoh-tokoh penting yakni Irjen Pol. Didi Haryono(Kapolda Kalbar), Edho Sinaga (Ketua Hoax Crisis Center), serta Leo (Jurnalis dan Aktivis).
Edho Sinaga mengatakan hoaks menjadi musuh bersama yang harus dibasmi bersama. “Hoaks ini semakin kuat menyebar sejak tahun 2014 saat pilpres dan calonnya sama dengan sekarang. Melihat kondisi itu, kami sering mendebunk atau mencari fakta terhadap informasi yang berkembang,” tuturnya (6/2)
Dia menambahkan, hadirnya berita hoaks yang semakin banyak akhirnya melahirkan Hoaks Crisis Center. “Hoaks Crisis Center dideklarasi perdana di Pontianak dan menjadi yang pertama di Asia Pasifik,” papar Edho.
Hoaks Crisis Center yang terdiri dari gabungan beberapa organisasi selain pendirinya yakni Mafindo, adapula Komunitas Peduli Informasi (KOPI) dan para jurnalis menjadi wadah untuk debunk informasi yang beredar baik di Kalbar maupun Indonesia secara keseluruhan. Edho mengatakan, agar generasi millennial dan segenap pengguna smartphone harus hati-hati dalam menyebarkan informasi. “Jarimu harimaumu, harus saring sebelum sharing,” katanya.
Untuk masyarakat yang ingin mengecek kebenaran informasi dapat menggunakan aplikasi buatan Mafindo. “Teman-teman bisa download Hoaks Buster Tools atau cek langsung di laman turnbackhoaks.id,” jelas Edho.
Akan tetapi, kerja untuk melawan hoaks ini tidak dapat dikerjakan sendiri harus bekerjasama. “Kita kerjasama dengan Cyber Polda dan Bawaslu juga,” tambah Edo.
Kerjasama dalam melawan hoaks dan kesadaran dari masyarakat Kalimantan Barat akhirnya merubah posisi Kalbar yang pada pemilu tahun 2018 lalu berada nomor 2 wilayah rawan dan kini menjadi posisi ke 18.
Hal senada juga diungkapkan oleh Irjen Pol. Didi Haryono, Kapolda Kalbar. Menurutnya, generasi millenial harus jadi agen untuk melawan hoaks. “Kalianlah para generasi millenial yang diharapkan untuk melawan hoaks,” kata Didi.
Era sekarang banyak orang yang sengaja menyebarkan hoaks untuk mencapai tujuan mereka. Jika masyarakat percaya, maka si penyebar akan merasa senang karena apa yang diharapakan akhirnya terjadi.
“Ada empat tujuan penyebar hoaks, pertama untuk adu domba, kedua menyebarkan fitnah2 dan mencemarkan nama baik, ketiga membuat cemas dan keempat perang menggunakan jaringan (Mempengaruhi orang lain),” jelas Didi.
Hoaks yang paling banyak disebar adalah sosial politik, kesehatan dan SARA. Isu ini dianggap paling paten dan mempan untuk memecah belah. Sementara, bentuk hoaks yang paling sering diterima bentuk tulisan (62,10%), gambar (37.50%), video (0,40%) dan saluran penyebaran paling banyak ada di media sosial (92,40).
Didi berharap setiap lapisan masyarakat dapat menjadi pengguna media sosial yang cerdas dan tidak mudah percaya hoaks serta para generasi millennial dapat menjadi actor untuk meminimalisir penyebaran hoaks di Indonesia. (Isa Oktaviani/Research Admin Mafindo Pontianak/HCC Kalbar)