Media Sosial Kerap Jadi Medium Penyebaran Kebencian

  • Share

Workshop Menandingi Ujaran Kebencian di Indonesia

INIBORNEO.COM, Denpasar – Kemajuan teknologi membuat masyarakat lebih banyak menggunakan sosial media untuk menyuarakan isi hati, opini, bakat, keluhan bahkan konten yang dapat memprovokatif dan mengubah cara berfikir masyarakat yang lain. Termasuk di antaranya ujaran kebencian.

“Kita sendiri sering menjadi korban ujaran kebencian yang di Media sosial tanpa kita sadari” ujar Made Supriatma, seniman asal Bali, sebagai pembicara Workshop Memahami dan Menandingi Narasi Kebencian di Ranah Digital, yang dihelat secara online oleh SAFEnet, pada Selasa 15 Juni 2021.

Dia mengatakan, media sosial lebih membuat seseorang lebih terbuka akan dirinya , karena media sosial menghubungkan manusia secara virtual walaupun bukan sebuah indentitas yang solid yang ada di media sosial.

Made menjelaskan bahwa media sosial ini gerakan sosial ya sangat cepat, jangkauannya luas, dan dapat menarik perhatian. Orang yang menggunakan sosial media dapat menjadi pribadi lain yang dapat memprovokasi berbeda dengan dirinya di dunia nyata, sehingga sebagian masyarakat hanya mencari apa yang mereka butuhkan dan itulah yang membentuk identits mereka di media sosial.

Media sosial dapat dimanfaatkan dengan benar seperti menjadi influencer yang membawa dampak baik kepada pengikutnya atau dapat di gunakan sebaliknya untuk mengumpulkan identitas sebuah kelompok yang negative.

Hal ini dapat di minimalisir dengan adanya edukasi tentang literasi bagi masyarakat umum dan juga pembelajaran dengan UUD ITE yang berfungsi untuk mencegah adanya konflik yang terjadi di dunia maya, seperti provokasi, pencemaran nama baik, penyebaran hoax dan lainnya.

Matahari Timoer, blogger Indonesia, memberikan tips untuk membuat kampanye kreatif melalui konten tandingan di media social. “Pesan yang disampaikan melalui gambar yang memadai dan music yang membungkus emosi,” katanya.

Konten yang paling sering menjadi ujaran kebencian di media social antara lain, kekeliruan public, kebijakan pemerintah dan arogansi oknum apparat. Warga net kerap mengunggah hal tersebut melalui akun media social mereka.

Untuk melawan ujaran kebencian, kata dia, bias dilakukan secara berkelompok dengan tema yang beragam. “Ajak orang terdekat apa yang mau dipersiapkan, atau kirim ide dan konsep untuk sebuah konten,” sarannya.

Salah satu peserta memberikan pendapat bahwa membuat konten pun memerlukan riset. Untuk melawan ujaran kebencian dengan menggunakan kampanye positif, bias mengadopsi berbagai konten yang ada, dan dibuat versi berbeda.

Peserta yang lain berpendapat, visual merupakan media yang paling diminati  oleh warga net. “Misalnya dengan membuat meme, yang menjadi sebuah media kampanye.”

 

Merryana

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *